Menapak Indang sebagai Budaya Surau

Judul: Menapak Indang sebagai Budaya Surau

Penulis: Erlinda

Tahun Terbit: 2016

Penerbit: ISI Padangpanjang

Tebal: 152 halaman

Sinopsis:

Berbagai pendapat berkembang di Minangkabau yang mengetengahkan tentang pengertian dan asal kata Indang, di antaranya menjelaskan: Pertama, Indang berasal dari kata maindang, seperti yang diungkapkan pepatah Minangkabau: “Diindang ditampi tareh, dibuang atah ciek-ciek (Idrus Hakimi Dt. Rajo Penghulu. 1994: 103). Maksudnya, pekerjaan menampi beras, memilih padi yang tidak tergiling atau tidak terkupas kulitnya oleh mesin penggiling. Pepatah ini mengandung arti suatu usaha (pekerjaan) menghilangkan yang buruk dari yang baik, yang haram dari yang halal, menyisihkan yang kotor dari yang bersih, dan yang berguna dari yang tidak berguna (Zulkifli, 1988: 57). Kedua, Indang berasal dari kata bendang, yang artinya terang. Hal ini dapat dilihat dari salah satu kalimat pada syair (radat) yang terdapat dalam lagu tari Indang, yaitu: di Tanjung Medan mulo dibendangkan (di Tanjung Medan mula diterangkan). Maksudnya tersirat bahwa permainan Indang pertama kali ditampilkan (dikenal rakyat) di kampung Tanjung Medan.

Open Access: Silahkan KLIK DI SINI